Bra 36#O
Ukuran tidak penting ! Itu pendapat sebagian orang. Ukuran sangat penting ! Itu pendapat sebagian orang yang setuju. Stop! Ini soal ukuran apa? Ukuran baju, sepatu, atau alat vital? Tiga-tiganya bukan. Yang pasti, ini soal ukuran buah dada perempuan atau biasa juga disebut payudara. Ada juga yang menyebutnya dengan beberapa istilah lain yang konon kabarnya lebih sopan untuk diucapkan : bukit kembar, gunung kembar, tetikadi dan lain-lain. Saya lebih suka menggunakan istilah payudara. Kesannya lebih blak-blakan dan apa adanya. Daripada pesan tidak sampai gara-gara salah idiom, mendingan bicara terus terang biar langsung ke pokok sasaran.
Agak lucu memang kalau sudah debat soal ukuran payudara perempuan. Saya bukan perempuan, tapi saya sangat dekat dengan kehidupan perempuan. Ditambah lagi, saya punya segerombolan teman laki-laki yang juga dekat dengan perempuan dan sangat suka membicarakan lika-liku dunia keperempuanan. Sebagian besar teman laki-laki saya itu lebih sering menghabiskan waktu senggangnya dengan ber-afternoon tea di kafe mal sambil ber-window shopping (cuci mata) atau ber-dugem ria alias clubbing pada malam-malam gaul (Rabu, Jum’at & Sabtu) ke sejumlah kafe-lounge-diskotek trendsetter.
Salah satu topik pembicaraan yang tak pernah basi, ya itu tadi, soal payudara. Bagi perempuan, bagian tubuh yang satu ini termasuk dalam katagori sex-appeal. Paling terbuka sehingga gampang dilihat meskipun tertutup baju dan serind dijadikan bahan terkaan, terutama menyangkut ukuran. ‘Coz termasuk katagori sex-appeal, tidak heran kalau banyak laki-laki suka membicarakannya. Apa yang terbayang di benak Anda ketika menyebut nama Pamela Anderson atau Dolly Parton? Pasti, pertama kali teringat dengan ukuran payudara mereka yang super besar dan mempunyai ukuran di atas rata-rata itu.
“Eit, tunggu dulu. Tidak semua laki-laki suka dengan perempuan berdada besar?” sergah Tommy, 29 tahun, ketika saya bertemu dia di Boutique 21 CafĂ©. Plaza Senayan. Ada dua teman saya lagi : Boy dan Jo, yang tak urung langsung tergoda untuk ikut berdiskusi.
“Kalo gue demen yang gede,” kata Jo.
“Kenapa?”
“Secara psikologis, gede itu jadi jaminan kepuasan.”
“Kok bisa?”
“Kalo gede kan gampang dilihat, diraba dan diapa-apain,” jawab Jo, simpel.
“Gue nggak. Gue demen yang sedang-sedang saja,” tambah Boy.
“Kenapa?” “Dimana-mana yang sedang-sedang itu paling moderat, paling balance,” jelas Boy dengan alasan praktis.
“Besar kecil, buat gue nggak terlalu penting. Yang penting, tidak lembek !” saya ikut memanaskan suasana diskusi informal, sore itu.
“Dari mana lo tahu lembek atau nggak?” sergah Jo tak mau kalah.
“Cek dulu baru coba,” jawab saya singkat.
“Memangnya jajajan pasar bisa dicek dulu. Gile lo ya !” timpal Boy.
Pembicaraan plus jawaban yang muncul akan sangat beragam. Itu pasti. Jadi kalau ada pertanyaan : siapa yang tidak suka dengan buah dada perempuan berukuran besar? Jawabannya sangat personal. Tidak gampang menebak selera laki-laki. Masing-masing punya selera yang berbeda, apalagi untuk urusan seksual. Melihat mungking semua laki-laki suka tapi kalau sudah bicara selera, jawabannya nanti dulu. Suka melihat bukan berarti itu mengindikasikan selera. Suka membicarakan, belum tentu juga mewakili selera. Untuk urusan yang satu ini, laki-laki bisa dibilang misterius, tidak kalah misteriusnya dengan dunia perempuan.
Tapi yang patut digarisbawahi adalah sebagian laki-laki suka membahas dunia perempuan, apalagi kalau itu menyangkut wilayah sex-appeal. Salah satunya, ya payudara. Itu sudah jadi rahasia umum. Di kafe, di mal dan di sejumlah tempat tongkrongan, diskusi seputar sex-appeal perempuan, selalu menarik perhatian. Apalagi kalau sudah membahas ukuran payudara perempuan, tak ubahnya masuk dalam diskusi yang mengundang adrenalin tersendiri. Saya, Tommy, Boy dan Jo, menghabiskan waktu tak kurang dari dua jam untuk membahas soal payudara perempuan. Gila! Itupun pembicaraan juga belum usai.
“Punya dia seperti ceplok telur.” Itu istilah mereka yang berdada kecil atau berdada rata.
“Punya dia pasti bertipe pepaya.” Itu satu ungkapan untuk mereka yang punya payudara besar dan panjang.
“Kalau punyanya si dia seperti buah melon.” Yang satu ini, istilah untuk mereka yang berpayudara besar dan bulat.
Itu baru soal bentuk. Belum lagi kalau masuk ke soal ukuran. Jangan dikira kaum laki-laki tidak tahu dan enggan membicarakannya. Malah kebalikannya!
“Branya pasti nggak lebih dari 32 A,” Jo mencoba menakar ukuran bra seorang perempuan yang berjalan di escalator.
“Yang itu sih tebakan gue lebih dari 34 B,” Tommy tak mau ketinggalan.
“Kalo yang di ujung itu, minimal 36 C deh,” Boy pun ikut-ikutan.
“Sok tau. Kalo dia pake tambelan, gimana?”
“Periksa saja sendiri kalo nggak percaya,” sungut Boy.
“Nggak usah jauh-jauh. Pamela Anderson itu ukuran bra-nya berapa?” saya melemparkan pertanyaan yang membuat Tommy, Boy dan Jo saling pandang.
“36 B”
“38 A”
“36 D”
“Yang paling gampang : 36 O.” jawab saya, singkat.
“Mana ada bra ukuran 36 O. Yang ada juga 36 B, C atau D.” sergah Jo.
“Karena saking gedenya, makanya pake istilah 36#O…Oooh, My Ghost…Oooh, My Goodness…!” saya terbahak.
“Sialan lo!” gerutu Boy.
“Yang paling pas sih, 36 D…alias 36 Dolll…” ceplos Jo sambil tertawa.
Bicara payudara perempuan, memang tidak ada habisnya. Entah sudah berapa kali, saya bersama teman laki-laki terlibat obrolan dengan tema yang sama. Kemarin, hari ini, besok atau lusa, obrolan seputar payudara itu selalu terulang dan berulang lagi. Mungkin, sebagai salah satu sex-appeal perempuan, payudara memang menarik. Buktinya? Selain selalu jadi bahan pembicaraan, bisnis silikon dan segala macam terapi dan obat-obatan untuk memperbesar payudara tak pernah sepi di pasaran. Segala jenis merek berlomba-lomba memasang iklan di media cetak dan elektronik, menggaet pangsa perempuan yang tidak pede dengan ukuran payudaranya.,
Tidak hanya itu. Di industri seks pun, sejumlah tempat hiburan yang menawarkan jasa pelayanan seksual juga menjadikan simbol payudara besar sebagai ikon jualan. Lihat ada ada menu Pijat Dada Super atau Body Massage 36 B yang tersebar di sejumlah tempat pijat dan kebugaran di kawasan Mangga Besar, Hayam Wuruk dan Pecenongan (ketiga kawasan itu masuk wilayah Jakarta Barat) laris manis seperti handphone merek Nokia; dari menu gadis-gadis lokal sampai mancanegara (Uzbek, Cungkok atau Thailand).
Kesimpulannya? Bagi saya, ukuran besar kecilnya payudara tidak lah begitu penting. Masing-masing punya kelebihan tersendiri kok. Percaya deh! Walaupun mungkin, saya termasuk laki-laki yang pastinya, akan mendapatkan shock-therapy sesaat, ketika bertemu perempuan dengan bra berukuran 36 B ke atas. Tanpa sadar, saya pun sering mengeluarkan komentar di dalam hati.
“Kayaknya, yang ini branya di atas 36 B atau 36 # O…?!”
Ups !!!.
*****
No comments:
Post a Comment